Solusi Mengatasi Masalah Stunting di Pedesaan dengan Inovasi Pangan Berbahan Tepung Tempe dan Kelor
Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi yang dihadapi di dunia, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang. Stunting menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar tiga persen. Hal ini berarti kerugian negara akibat stunting sebesar 300 triliun per tahun.
Berdasarkan data, satu per tiga anak indonesia terdampak stunting atau sekitar 9 juta balita di Indonesia. Persentase status gizi balita pendek di Indonesia Tahun 2013 adalah 37,2%, jika dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan tahun 2007 (36,8%) tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan (Riskesdas, 2013).
Penyebab utama stunting yaitu inadekuat zat gizi yang disebabkan oleh inadekuat asupan dan gangguan utilisasi zat gizi. Asupan zat gizi mikro yang berdampak pada stunting adalah vitamin A, besi, iodium, dan zink. Zink berperan pada berbagai reaksi, sehingga kekurangan zink akan berpengaruh terhadap jaringan tubuh, terutama pada proses pertumbuhan. Defisiensi zink juga terkait dengan gangguan selera. Anak-anak yang memiliki kadar zink rendah memiliki gangguan pengecapan.
Seperti dibahas sebelumnya, faktor penyebab stunting bukan hanya inadekuat asupan, melainkan inadekuat utilisasi (penggunaan) zat gizi dalam metabolisme tubuh. Penyeimbangan metabolisme menjadi faktor penyebab zat gizi tidak digunakan secara optimal untuk tumbuh kembang anak, tetapi digunakan untuk sintesis enzim antioksidan yang memerlukan kofaktor berupa zink dan zat gizi lainnya untuk menangkal radikal bebas sebagai efek samping metabolisme tubuh non gizi.
Hasil riset di Laboratorium Gizi Poltekkes Kemenkes Malang (2017) menunjukan bahwa natrium benzoat dapat menginduksi sintesis Superoksida Dismutase dan peningkatan sel-sel radikal bebas pada tikus percobaan. Berdasarkan hasil kajian ilmiah diketahui bahwa sintesis Superoksida Dismutase membutuhkan kofaktor Zn, Cu, dan Mn. Defisiensi ketiga mineral tersebut dalam jangka panjang (kronis) berdampak pada risiko tumbuh kembang, terutama Zink (Zn) yang berperan sebagai kofaktor lebih dari 300 jenis enzim.
Laboratorium Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Malang telah mengembangkan kudapan dari bahan lokal berupa biskuit tempe kelor yang bebas natrium benzoat. Biskuit ini telah diaplikasikan sebagai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk penanganan gizi kurang di Kota Malang. Dari analisis laboratorium diketahui dalam 100 gram biskuit tempe kelor mengandung 16,28 % protein, 14,4 % lemak, dan 65 % karbohidrat.
Tempe merupakan salah satu produk yang memiliki potensi ekonomi di Malang Raya. Beberapa desa di Malang juga merupakan sentra penghasil tempe serta telah menjadi icon objek wisata kuliner. Data penggunaan tepung tempe di Malang saat ini mencapai 18 ton setiap hari sebagai bahan baku industri kripik tempe. Hal ini dapat dijadikan indikator tingginya produksi tempe di Malang. Selain itu, harga tempe tergolong ekonomis dan dapat diterima semua lapisan masyarakat.
Tempe bermanfaat untuk mencegah terjadinya masalah gizi karena protein yang terdapat dalam tempe sangat tinggi dan mudah dicerna (Astawan, 2013). Kandungan asam amino tempe 85 kali lebih tinggi dibanding kedelai (Erhardt, 2007). Tempe juga mengandung vitamin dan mineral penting seperti Zink (Zn), asam folat, vitamin B complex, zat besi (Fe), dan tembaga (Cu).
Kelor juga merupakan salah satu pangan lokal alternatif untuk mengatasi masalah gizi. Daun kelor juga mengandung berbagai macam asam amino, seperti asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin, leusin, isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistein dan methionin (Simbolan, 2007). Daun kelor juga mengandung zat gizi mikro seperti kalsium, besi, vitamin A, vitamin B dan vitamin C (Misra, 2014). Daun kelor mengandung zat besi lebih tinggi dibandingkan sayuran lainnya yaitu sebesar 17,2 mg/100 g (Yameogo, 2011).
Kelor sudah dikenal luas di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal dalam kehidupan. Di Indonesia tanaman kelor banyak ditanam sebagai pagar hidup, ditanam di sepanjang ladang atau tepi sawah, berfungsi sebagai tanaman penghijau. Tanaman kelor bisa dikonsumsi mulai dari daun sampai dengan bunganya. Selain itu, menurut Fuglie (2005) kelor merupakan tanaman khas daerah tropis yang mudah tumbuh di daerah Jawa Timur.
Mengacu pada kadar gizi biskuit tempe kelor dan telaah ilmiah bioaktif dalam tempe dan daun kelor, maka sangat memungkinkan biskuit tempe kelor dijadikan alternatif pendamping makanan untuk penanganan stunting, sehingga diperlukan sebuah solusi untuk memberdayakaan ibu rumah tangga di pedesaan agar mampu membuat formula dietetik berbasis tepung tempe dan kelor secara mandiri.
Potensi Wirausaha Formula Berbasis Tepung Tempe dan Kelor
Formula tempe kelor merupakan Inovasi pangan lokal Jawa Timur melalui pengembangan formula dietetic berbasis tepung tempe, kelor (Moringa Oleifera), dan bahan lainnya. Pengembangan dan produksi formula tempe kelor dilakukan di Laboratorium Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, Kota Malang, Jawa Timur. Salah satu formula yang telah dikembangkan yaitu biscuit tempe kelor.
Langkah pembuatan biskuit tempe kelor dimulai dengan memblender gula hingga halus dan melelehkan margarin. Kemudian mengocok telur, gula halus, dan sponge dengan mixer hingga mengembang. Lalu memasukan tepung tempe kelor modifikasi, tepung terigu, tepung tapioca, tepung kacang ijo, dan susu full cream bubuk. Setelah itu mixer sampai adonan tercampur dan ditambahkan margarine. Cetak adonan dengan plastic contong. Langkah terakhir yaitu oven pada suhu 1400 Celcius selama 25 menit.
Biskuit adalah salah satu produk makanan yang digemari oleh semua kalangan. Biskuit termasuk salah satu jenis olahan makanan yang dibuat dari tepung serta biji-bijian yang diolah menjadi bentuk kudapan siap santap. Jenis dan ragamnya pun yang beredar di pasaran sudah semakin banyak, tetapi sebagian hanya menonjolkan sisi praktisnya saja tanpa memperhatikan keseimbangan gizi yang ada didalamnya. Biskuit yang berbahan dasar dari tepung tempe dan kelor merupakan sebuah terobosan baru dalam pasar pangan masyarakat, sehingga peluang pasarnya masih sangat besar.
Segmentasi adalah cara memilah-milah kelompok konsumen berdasarkan potensial penawaran produk yang berbeda-beda. Pasar biscuit tempe kelor dibagi menjadi 3 segmen yaitu:ibu hamil dan menyusui berumur 20-35 tahun, laki-laki dan perempuan yang tertarik dengan produk yang bergizi, sehat, dan aman, serta lakilaki dan perempuan tertarik dengan philanthropy trend (tren berbagi ke sesama).
Berdasarkan analisis pasar yang dilakukan menggunakan social media advertisement, diketahui jumlah target konsumen di Kota Malang sebesar 69.000 orang, Kota Surabaya 150.000 orang, Provinsi Jawa Timur 1.700.000 orang, dan Provinsi DKI Jakarta 7.800.000 orang. Produk ini dipasarkan dengan menggunakan sistem pemasaran direct selling, yaitu sistem pemasaran yang menjual secara langsung kepada konsumen dengan menggunakan stand di beberapa exhibition atau bazar. Selain itu produk ini akan didistribusikan ke institusi/lembaga/rumah sakit yang membutuhkan formula dietetik. Tempat ini sangat strategis untuk pemasaran produk karena dekat dan mudah diakses oleh target pasar.
Promosi, penjualan, dan pengenalan brand produk diawali dengan pengenalan awal pada produk kepada masyarakatyaitu pemberian informasi secara langsung (direct promotion). Pemberian informasi secara langsung ini dilakukan oleh para personil tim ketika melakukan direct selling. Kemudian pemberian informasi secara tidak langsung (undirect promotion). Pemberian informasi secara tidak langsung dilakukan melalui beberapa media, yaitu iklan di facebook, instagram, blog, dan melalui penyebaran pamflet serta leaflet.
Promosi secara langsung dianggap cukup efektif karena adanya interaksi langsung antara konsumen dan produsen. Usaha promosi tidak langsung juga ditambah dengan promosi mouth to mouth yang akan dilakukan oleh konsumen yang merasa puas dengan produk yang ditawarkan. Sebuah wirausaha sosial harus mempunyai orientasi profit, sehingga perlu adanya proyeksi keuangan. Keuntungan yang diperoleh dari wirausaha sosial ini berasal dari setiap unit produk yang terjual.
Potensi Sosial Biskuit Tempe Kelor
Tepung tempe dan kelor merupakan bahan makanan yang sangat potensial, sehingga diperlukan sebuah solusi untuk memberdayakaan ibu rumah tangga di pedesaan agar mampu membuat formula dietetik berbasis tepung tempe dan kelor secara mandiri.
Rencana lokasi implementasi project ini selama satu tahun. Rencana kerja social project ini terdiri dari 7 tahapan sebagai berikut: 1) Survei dan pengumpulan data 2) Pra-pendampingan 3) Pendampingan 4) Workshop 5) Penguatan ekonomi berbasis pengolahan pangan lokal 6) Festival Pangan dan 7) Evaluasi.
Pertama, survei dan pengumpulan data. Pengumpulan data jumlah rumah tangga sasaran dilakukan selama dua minggu dengan kriteria: keluarga petani yang termasuk dalam sasaran 1000 hari pertama kehidupan (ibu hamil, ibu menyusui, sampai dengan bayi dibawah dua tahun), berisiko gizi buruk, dan stunting berdasarkan penilaian status gizi, tingkat ekonomi rendah, pendidikan ibu rendah (SD/SMP), dan tingkat pengetahuan ibu rendah.
Kedua, pra-pendampingan. Kegiatan ini akan dilakukan selama 2 minggu. Sasaran (ibu rumah tangga) diberi edukasi dan pembekalan satu kali seminggu. Serta melakukan penanaman kelor untuk pemanfaaatan lebih lanjut. Salah satunya adalah untuk bahan baku pembuatan formula dietetik.
Ketiga, pendampingan. Pendampingan yang dilakukan meliputi pengenalan pemilihan, penyimpanan, dan pengolahan bahan makanan bagi ibu rumah tangga, serta penanaman dan penanganan pasca panen tanaman kelor. Kegiatan ini dilakukan satu kali seminggu selama 3 bulan. Monitoring dilakukan setiap bulan dengan metode survei konsumsi rumah tangga.
Keempat, workshop. Kegiatan ini berupa workshop mengenai potensi pangan lokal, pemanfaatannya, dan juga pembuatan formula dietetik berbasis tepung tempe dan kelor. Workshop dilakukan setiap 2 minggu selama tiga bulan. Pada workshop ini menjelaskan tentang penerapan pembuatan formula dietetik tersebut.
Kelima, penguatan ekonomi berbasis pemanfaatan pangan lokal. Penguatan ini dilakukan dengan penanaman kelor secara serentak di Desa Sukoanyar dan optimalisasi produksi tempe. Ibu rumah tangga juga diberikan materi mengenai manajemen produksi, keamanan pangan, dan pengemasan produk. Pada tahap ini ibu diharapkan sudah bisa membuat produk unggulan yang dapat diberikan kepada bayi dibawah dua tahunnya dan juga memiliki nilai jual sehingga menambah pemasukan keluarga.
Keenam, festival pangan. Festival ini akan dilakukan selama 1 bulan dengan beberapa kegiatan yaitu seminar, gelar karya pangan dan gizi, demonstrasi langsung tentang pembuatan formula dietetik untuk stunting berbasis pangan lokal. Setelah itu dijelaskan juga dampak ekonomi ataupun non ekonomi yang diperoleh masyarakat sekitar selama project berlangsung.
Ketujuh, evaluasi dan perbaikan. Pada tahap ini dilakukan evaluasi langsung pada masyarakat sasaran. Aspek yang dievaluasi meliputi: penilaian status gizi, penerapan pembuatan formula dietetik, dan manfaat yang dirasakan.
Manfaat yang Diharapkan
Akhirnya, tentu saja stunting bisa diselesaikan, jika semua pihak bekerja sama. Solusi ini dapat dimplentasikan melalui sinergi antara mahasiswa, pemerintah daerah, dinas kesehatan, tenaga kesehatan puskesmas, dosen, peneliti, dan pakar pertanian di Kota Malang. Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta (bawah dua tahun) termasuk salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan dan gizi masyarakat yang telah ditentukan dalam Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional (RPMJN). Target yang ingin dicapai pada tahun 2019 yaitu mengurangi angka kejadian stunting hingga 28%.
Selain itu, produk yang diproduksi berupa produk formula dietetik. Rancangan formula ini disesuaikan dengan kebutuhan dan proporsi zat gizi, tujuan, prinsip, dan syarat diet ibu hamil, ibu menyusui, dan baduta. Harapannya yaitu agar prevalensi atau angka kejadian stunting dapat berkurang dengan adanya wirausaha sosial yang berfokus pada pengembangan formula dietetik.
Produk yang diproduksi terbuat dari bahan alami yang bersumber dari alam, sehingga dalam proses produksi tidak menghasilkan limbah yang berbahaya bagi alam. Selain itu pembuatan produk juga memanfaatkan potensi pangan dan kearifan lokal di Provinsi Jawa Timur yaitu tepung tempe dan kelor.
Ada pun dampak wirausaha sosial ini di bidang ekonomi yang pertama yaitu meningkatkan ekonomi bagi ibu rumah tangga dan pelaku UMKM di Kabupaten Malang untuk memproduksi formula dietetik dengan bahan baku pangan lokal sehingga produk tersebut dapat memenuhi permintaan pasar melalui program pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar tempat produksi. Kedua, membuka lapangan kerja baru bagi fresh graduate lulusan gizi, teknologi pangan, teknologi pendidikan dan disiplin ilmu lainnya.
Wirausaha sosial di bidang gizi dan kesehatan menjadi solusi penyediaan lapangan kerja bagi ibu rumah tangga dan pemuda. Melalui tujuh tahapan tersebut, diharapkan dapat menyelesaikan masalah stunting sasaran penerima manfaat, yakni keluarga petani yang berada pada fase 1000 hari pertama kehidupan (ibu hamil, ibu menyusui dan bayi dibawah dua tahun).
Mari berkolaborasi! Kita mulai dari desa untuk mewujudkan “Indonesia Bebas Stunting 2030”.
Catatan Penting!
Artikel ini telah diterbitkan pada Januari 2018 di Majalah Teropong Balitbang Jawa Timur Jilid 96 hal 24-29. Dipos ulang tanpa update literatur terbaru. Mohon cantumkan sumber dan menghubungi ke email estofanyfredy@gmail.com jika ingin menjadikan artikel ini sebagai referensi.
1. Astawan M. 2013. Mengapa Kita Harus Bangga Menjadi Bangsa Tempe dan Penetapan Tanggal 6 Juni sebagai Hari Tempe Sedunia. Diakses melalui http://forumtempe.org. pada 20 Oktober 2017
2. Broin. 2010. Growing and Processing Moringa Leaves. France: Imprimerie Horizon.
3. Fuglie, Jed W. 2005. Moringa Oleifera: a Review of Medical Evidence for it‟s Nutritional, Therapeutic, and Prophylactic Properties.(online) (www.tlfjournal.com). Diakses tanggal 23 Oktober 2017.
4. Kemenkes, 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
5. Mahmudan. 2014. Dua Kali Dipanggil SBY, Produknya Tembus Mancanegara (Kristiawan, Penggagas Kampung Tempe Sanan Langganan Meraih Penghargaan). Jawa Pos Radar Malang.
6. Misra, S., & Misra, M. K. (2014). Nutritional Evaluation Of Some Leafy Vegetable Used By The Tribal And Rural People Of South Odisha, India. Journal of Natural Product and Plant Resources, 4, 23-28.
7. Simbolan, J.M., M. Simbolan., N. Katharina. 2007. Cegah Malnutrisi dengan Kelor. Yogyakarta: Kanisius.
8. Yameogo, W. C., Bengaly, D. M., Savadogo, A., Nikièma, P. A., Traoré, S. A. 2011. Determination of Chemical Composition and Nutritional values of Moringa oleifera Leaves. Pakistan Journal of Nutrition 10 Vol (3): 264-268.
Sumber gambar:
1. Pemerintah Tetapkan Pencegahan Stunting Sebagai Program Prioritas Nasional – Bappeda Provinsi Kalimantan Selatan (kalselprov.go.id)
2. Cara Membuat Tempe di Rumah - MAHI (masakapahariini.com)
3. Dikagumi Bangsa Barat, Inilah 10 Manfaat Daun Kelor untuk Kesehatan | Kecamatan Buleleng (bulelengkab.go.id)
Leave a Comment